definisi, etiologi, patogenesis,dan histologi karies serta pemeriksaan


1.      KARIES



1.1.DEFINISI

Karies atau lubang gigi adalah sebuah penyakit dalam rongga mulut yang diakibatkan oleh aktivitas perusakan bakteri terhadap jaringan keras gigi (email, dentin dan sementum). Kerusakan ini jika tidak segera ditangani akan segera menyebar dan meluas. Jika tetap dibiarkan, lubang gigi akan menyebabkan rasa sakit, tanggalnya gigi, infeksi, bahkan kematian (Sandira, 2009).



Karies gigi (kavitasi) adalah daerah yang membusuk di dalam gigi yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi (Hamsafir, 2010).



1.2.ETIOLOGI

Adapun penyebab karies yaitu bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacilli. Bakteri speifik inilah yang mengubah glukosa dan karbohidrat pada makanan menjadi asam melalui proses fermentasi. Asam terus diproduksi oleh bakteri dan akhirnya merusak sruktur gigi sedikit demi sedikit. Kemudian plak dan bakteri mulai bekerja 20 menit setelah makan (Pratiwi, 2007).



Adapun 4 faktor yang saling berhubungan menyebabkan karies. Karies baru bisa terjadi hanya kalau 4 faktor tersebut ada.




               Gambar 1-1 Faktor penyebab karies



1.      Host (Gigi dan Saliva)

a.       Gigi

Komposisi gigi terlihat dari email dan dentin. Dentin adalah lapisan dibawah email. Struktur email sangat menentukan dalam proses terjadinya karies. Kuat atau lemahnya struktur gigi terhadap proses kerusakan karies dapat dilihat dari warna, keburaman dan kelicinan permukaan gigi serta ketebalan email (Suwelo, 1992).



b.      Saliva

Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa mulut. Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena masih banyak sekali mengandung ion kalsium dan fosfat (Kidd, dkk, 2002).



2.      Mikroorganisme

Streptococcus mutans dan lactobacillus merupakan bakteri yang bersifat kariogenik, karena mampu membuat asam dari karbohidrat yang difermentasikan. Bakteri-bakteri tersebut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya membuat polisakharida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Akibatnya, bakteri-bakteri tersebut terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain.



3.      Substrat

Subtrat adalah campuran makanan halus dan minuman yang dimakan sehari-hari yang menempel dipermukaan gigi. Makanan pokok manusia adalah karbohidrat, lemak dan protein. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan matriks email dan kalsifikasi. Nutrisi berperan dalam membentuk kembali jaringan mulut dan membentuk daya tahan terhadap infeksi juga caries. Nutrisi berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi dalam struktur, ukuran, komposisi, erupsi dan ketahanan gigi terhadap karies (Suwelo, 1992).



4.      Waktu

Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsung proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terjadi atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahunan (Kidd, 2002).



1.3 PATOGENESIS KARIES

            Dalam patogenesis dibutuhkan interaksi empat factor utama penyebab karies, yaitu host, agen, substrat dan waktu. Awal mula karies gigi dapat terjadi setelah kita mengkonsumsi suatu makanan yang mengandung gula sehingga mikroorganisme dapat memteabolisme gula tersebut,, dan bisa juga terjadi karena mikroorganisme yang menempel pada pelikel (glikoprotein) yang terbentuk beberapa menit setelah kita menyikat gigi dan bersifat sangat lengket, mikroorganisme tersebut menghasilkan asam organic yang menyebabkan pH dalam rongga mulut menjadi rendah (di bawah pH kritis) dan terjadi pelarutan mineral yang terdapat pada enamel. Dalam proses terjadinya karies, mikroorganisme yang mempunyai peranan paling besar adalah streptococcus dan lactobacillus.

            Proses terjadinya karies dihasilkan oleh perubahan dinamis antar tahap demineralisasi dan remineralisasi. Pada gigi, aktivitas karies ditandai dengan demineralisasi lokal dan hilangnya struktur gigi. Setelah membentuk koloni, bakteri kariogenik dalam biofilm memetabolisme karbohidrat olahan untuk mendapat energi dan menghasilkan asam organik  Asam organik ini menurunkan pH dalam biofilm hingga di bawah tingkat kritis (5,5 untuk enamel dengan gugus hidroksiapatit, 4,5 untuk enamel fluoroapatit dan 6,2 unutk dentin) dalam beberapa menit (5-10 menit). pH yang rendah menyebabkan ion kalsium, fosfat dan mineral lainnya berdifusi enamel ke biofilm untuk mencapai kesetimbangan, sehingga menyebabkan Kristal apatit pada enamel menjadi tidak stabil dan larut. Proses ini disebut demineralisasi.

            Ketika pH dalam bioflm kembali netral (pH sekitar 7), dimana pH tersebut dinetralkan oleh saliva serta terdapatnya ion kalsium dan fosfat, mineral dapat dibentuk kembali sehingga dapat menggantikan mineral pada enamel yang telah hilang sebelumnya dalam waktu 30-60 menit. Proses ini disebut remineralisasi. Lesi awal karies dapat mengalami remineralisasi tergantung pada beberapa faktor diantaranya diet dan oral hygiene yang baik, penggunaan fluor dan keseimbangan pH saliva. Apabila beberapa faktor di atas tidak mendukung maka rongga mulut bertahan dalam kondisi asam, sehingga dapat menyebabkan demineralisasi secara terus menerus pada enamel dan munculnya white spot pada permukaan gigi.


            Penurunan pH pada plak setelah kita mengkonsumsi sukrosa yang dapat difermentasi oleh bakteri digambarkan pada kurva Stephan.

                Gambar 1-2 Penurunan pH plak setelah konsumsi sukrosa

Kurva Stephan menggambarkan bahwa setelah konsumsi sukrosa pH normal dapat turun secara drastis dalam waktu singkat hingga dibawah pH kritis (5,5) dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan ke pH normal yakni sekitar 30 menit hingga 1 jam (Felton dkk, 2009). Menurut Kidd dan Fejerkov (2008) derajat keasaman akan turun drastis hingga mencapai pH 5 setelah mengkonsumsi sukrosa pada menit ke- 5. Sifat kariogenik suatu makanan mampu untuk menyebabkan karies (Miller dkk, 2007).



1.4              HISTOPATOLOGI KARIES

·         Histopatologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan sehat yang mengalami perubahan akibat ada nya suatu penyakit.

·         Histipatologi karies itu yaitu ilmu yang mempelajari tentang bagaimana suatu jaringan keras gigi berupa email dan dentin yang mengalami kerusakan akibat demineralisasi.

4 fase histologi karies :

1.      Zona translusen

2.      Zona gelap

3.      Zona badan lesi

4.      Zona permukaan



1.5  KLASIFIKASI KARIES



A.    Bersadarkkan stadium karies

1.      Karies superisialis


Yaitu karies yang baru mengenai email saja sedangkan dentin belum terkena.

                                  Gambar 1-3 Karies superisialis



















2.      Karies media


Yaitu karies sudah mengenai dentin, tetapi belum mengenai setengah dentin.

                                                       Gambar 1-4 Karies media

3.      Karies profunda


Yaitu karies yang sudah mengennai setenggah dentin dan kadang kadang sudah sampai ke pulpa

                      Gambar 1-5 Karies profunda



B.     Berdasarkan lokasi karies

G.V Black mengklasifikasikan kalries dalam 5 bagian dan di beri tanda dengan nomor romawi, dimana kavitas diklasifilasikan menjadi beberapa berdasarkan permukaan

1.      Kelas I


Karies yaang tersapat pada bagian oklusal dari gigi posterior dapat juga terdapat pada gigi anterior.

                      Gambar 1-6 Karies kelas I





2.      Kelas II


Karies yang terdapat pada bagian proksimal gigi molar atau premolar , yang umumnya meluas sampe ke bagian oklusal

                            Gambar 1-7 Karies kelas II

3.      Kelas III


Karies yang terdapat pada bagian proksimal dari gigi depan tetapi belum mencapai margin insisal.

                                                Gambar 1-8 Karies kelas III

4.      Kelas IV


Karies yang terdapat pada bagian aproksimal dari gigi geligi depan dan sudah mencapai margoinsisal (telah mencapai 1/3 insisal gigi).

                          Gambar 1-9 Karies kelas IV











5.      Kelas V


Kelas yang terdapat padaa bagian 1/3 leher dari gigi geligi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial, lingual, palatal, ataupun bukal.

                           Gambar 1-10 Karies kelas V



1.6 PEMERIKSAAN KARIES

Rangkaian diagnostik terdiri dari pemeriksaan subyektif, pemeriksaan obyektif, pemeriksaan penunjang, kemudian formulasi diagnosis (Bricker dkk., 1994).

1.6.1 Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan subyektif bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah informasi yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat medis, riwayat dental, dan keluhan utama pasien. Pada pemeriksaan subyektif dokter gigi harus menggali mengenai gejala yang diderita dan disampaikan pasien, hal ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan subyektif yang sistematis dan hati-hati disertai pertanyaan yang tajam dan terarah (Walton dan Torabinejad, 2008).

Pemeriksaan subyektif terdiri dari:

1)        Identitas pasien diperlukan sebagai pasca tindakan dapat pula sebagai data mortem (dental forensic), data identitas pasien meliputi :

1. Nama lengkap panggilan             5. Status pernikahan

2. Tempat dan tanggal lahir             6. Pekerjaan

3. Alamat tinggal                             7. Pendidikan dan kewarganegaraan

4. Golongan darah                            8. No. telepon pasien





2)        Keluhan utama

Keluhan utama (Chief Complaint) merupakan hal yang sangat penting dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan berbagai perawatan dental. Keluhan utama adalah catatan mengenai masalah yang membuat seorang pasien datang ke dokter gigi. Keluhan utama dicatat dalam rekam medis sesuai dengan bahasa yang diucapkan pasien. Saat dokter gigi mencatat dan mengidentifikasi keluhan utama pasien, sebaiknya dokter gigi secara aktif mengarahkan pasien untuk mendiskusikan segala aspek terkait penyakit yang diderita pasien, termasuk onset, durasi, gejala, dan berbagai faktor yang kemungkinan terkait dengan penyakitnya. Informasi mengenai keluhan utama sangat penting untuk menentukan diagnosis yang spesifik serta penyebabnya sehingga dapat dibuat rencana perawatan yang tepat untuk menangani keluhan utama pasien.

Terdapat dua tujuan penting yang saat mendiskusikan keluhan utama dengan pasien, yaitu:

-       Pasien merasa bahwa dokter gigi memahami masalah yang dialaminya sehingga terjadi hubungan pasien-dokter gigi yang baik.

-       Pencatatan keluhan utama pasien dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada informasi yang terabaikan terkait dengan keluhan utama pasien. (Roberson dkk., 2006; Sherwood, 2010)

3)    Riwayat perjalanan penyakit (Present Ilness)

Riwayat perjalanan penyakit merupakan keterangan deskriptif gejala (symptoms) pasien yang lebih lengkap dan biasanya mencakup :

•       Waktu/tanggal awitan (onset/ mulai timbul/dirasakan) gejala

•       Lokasi (precise location)

•       Sifat, kegawatan/tingkat keparahan (severity), dan lama/periode awitan gejala

•       Ada tidaknya perburukan (eksaserbasi) dan perbaikan (remisi) kondisi

•       Efek dari terapi yang diberikan

•       Hubungan antara gejala lain jika ada, fungsi tubuh, atau aktivitas (misalnya aktivitas, makan).

•       Tingkat gangguan terhadap aktivitas seharihari.(Dipiro dkk, 2005)





4)      Riwayat kesehatan oral/dental

Riwayat dental merupakan ringkasan dari penyakit dental yang pernah diderita. Riwayat ini memberi informasi yang sangat berharga mengenai sikap pasien terhadap kesehatan gigi, pemeliharaan, serta perawatannya. Informasi demikian tidak hanya berperan penting dalam penegakan diagnosis, melainkan berperan pula pada rencana perawatan. Pertanyaan yang diajukan hendaknya menanyakan informasi mengenai tanda dan gejala baik kini maupun di masa lalu. Riwayat dental ini merupakan langkah awal teramat penting dalam menentukan diagnosis yang spesifik. Informasi dalam riwayat dental mengungkapkan pula penyakit-penyakit gigi yang pernah dialami pasien di masa lalu serta petunjuk mengenai masalah psikologis yang mungkin ada dan menerangkan sejumlah temuan klinis yang tidak jelas. Contohnya, akar yang pendek dan asimptomatik atau resorpsi akar mungkin disebabkan oleh perawatan ortodonsia. Nyeri dapat timbul pada gigi yang baru saja direstorasi atau setelah perawatan periodontium yang luas. Informasi ini tidak hanya mengidentifikasikan sumber keluhan pasien, melainkan juga membantu dalam memilih tes atau cara perawatannya (Walton dan Torabinejad, 2008).

5)      Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat Keluarga: Tentukan usia, kesehatan, atau penyebab kematian orangtua, saudara kandung, dan anak (“Adakah anggota keluarga Anda yang memiliki penyakit serupa?”). Riwayat keluarga bisa berhubungan dengan diagnosis, dan sering membantu kita memahami mengapa gejala tertentu berkaitan secara signifikan dengan emosi pasien (Davey, 2006).

Riwayat keluarga mempunyai beberapa kegunaan. Pertama, pada kelainan gen tunggal dan langka, riwayat positif adanya keluarga dengan kelainan serupa atau riwayat konsanguinitas (hubungan lewat darah) dapat memberikan implikasi diagnostik yang penting. Yang kedua, pada penyakit dengan etiologi yang bersifat multifaktorial dan memiliki agregasi keluarga terdapat kemungkinan untuk mengenali pasien yang beresiko menderita penyakit tersebut dan melakukan intervensi sebelum timbulnya manifestasi yang nyata. Sebagai contoh, pertambahan berat badan berlebih yang baru saja dialami merupakan perkembangan yang mengancam pada seorang perempuan dengan riwayat penyakit diabetes dalam keluarga dibandingkan dengan individu tanpa riwayat penyakit tersebut dalam keluarga. Dalam situasi tertentu, riwayat keluarga mempunyai implikasi penting bagi ilmu kedokteran pencegahan. Apabila suatu diagnosis mengarah pada kelainan herediter yang diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya kanker ditegakkan, dokter gigi mempunyai kewajiban untuk mengikuti kemungkinan ini dengan seksana dalam diri pasien, untuk mengamati keluarga pasien dan untuk memberikan penyuluhan kepada mereka tentang perlunya pemeriksaan follow-up jangka panjang (Isselbacher dkk., 1999).

6)      Riwayat kehidupan pribadi/sosial

Data sosial dan riwayat pribadi pasien merupakan suatu data yang menjelaskan mengenai gambaran subjektif mengenai pekerjaan pasien, status pernikahan, serta menerangkan kebiasaan dan gaya hidup yang biasa dilakukan oleh pasien. Data kehidupan sosial pasien dapat membantu seorang dokter gigi untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara faktor kehidupan sosial dengan riwayat sakit yang dikeluhkan oleh pasien saat kini.

7)      Riwayat kesehatan umum

Riwayat kesehatan umum pasien merupakan satu hal yang sangat penting dalam pemeriksaan subjektif. Hal-hal yang perlu dicatat pada riwayat kesehatan umum pasien yaitu penyakit sistemik yang diderita, pernah diderita, pengobatan yang pernah dilakukan dan sedang dilakukan, alergi, kehamilan, pendarahan, dan status emosionalnya (Walton dan Torabinejad, 2008). Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan juga perlu diperhatikan, hal ini berguna untuk menentukan alternatif pemberian obat ataupun tindakan lain.

Riwayat kesehatan umum penting diketahui untuk mencari kemungkinan hubungan antara sakit yang pernah dialami dengan kelainan gigi dan mulutnya. Mengidentifikasi riwayat kesehatan umum dapat berguna untuk:

- Mengetahui penyakit medik itu sendiri

- Menjadi faktor predisposisi masalah kondisi oral seperti gangguan hematological

- Menyebabkan masalah oral seperti sindrom

- Mempengaruhi perawatan dalam rencana perawatan. (Redelmeir dan Donald, 2001)







1.6.2  Pemeriksaan Objektif



1)                  Pemeriksaan ekstra oral

Merupakan pemeriksaan yang dilakukan di daerah sekitar mulut bagian luar. Meliputi bibir, TMJ, kelenjar limfe, hidung, mata, telinga wajah, kepala dan leher. Pemeriksaan ekstra oral dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan yang terlihat secara visual atau terdeteksi secara palpasi, seperti kecacatan, pembengkakan, benjolan, luka, cedera, memar, fraktur, dislokasi, dan lain sebagainya.



2)                  Pemeriksaan intra oral

Pada pemeriksaan ini menggunakan instrument seperti sonde dan kaca mulut. Pada pemeriksaan ini yang dapat dilihat adalah jaringan lunak (mukosa, bibir, lidah, tonsil, palatum molle, palatum durum, dan gingival) serta gigi (meliputi kebersihan mulut, keadaan gigi geligi, posisi gigi geligi, spasing, drafting, dan oklusi).



a.    Inspeksi

Memeriksa dengan mengamati obyek (gigi) bagaimana dengan warna, ukuran, bentuk, hubungan anatomis, keutuhan, permukaan jaringan, permukaan, karies, abrasi, dan resesi.

b.    Perkusi

Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen. Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan diagnosa. Cara lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau lingual mahkota. Gigi yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya. Ketikamelakukan tes perkusi dokter juga harus memperhatikan gerakan pasien saat merasa sakit.

c.       Sondasi      

Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde pada area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak(Tarigan, 1994).



d.      Probing

Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan menggunakan alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva, kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit. 

e.       Tes Vitalitas

Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi masih bisa dipertahankan atau tidak. Biasanya digunakan untuk mengetahui apakah saraf sensori masih bisa melanjutkan rangsang atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.

1)                  Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputiaplikasi panas dan dingin 

pada gigi untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk,1995).

a.                   Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil

klorida, salju karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan cara sebagai berikut :

·                Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksadengan menggunakan cotton roll maupun rubber dam.

·                                                 Mengeringkan gigi yang akan dites.

·                                                 Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan

     menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.

·                                                 Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.

·                                                 Mencatat respon pasien. Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai gingiva (Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).

b. Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alattouch and heat dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk,1995). Gutta perca merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara :

·         Isolasi gigi yang akan di periksa.

·         Gutta perca dipanaskan diatas bunsen.

·         Gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan Torabinejad, 2008).

2) Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).

3) Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan Torabinejad, 2008).

4) Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik, untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic Pulp Tester (EPT). Tes elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid. Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi, kontak dengan jaringan lunak atau restorasi, akar gigi yang belum immature, gigi yang trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995)

1.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan melakukan radiografi. Secara umum radiografi di kedokteran gigi dibagi menjadi dua jenis, yaitu radiografi intraoral dan ekstraoral.

a.  Radiografi Intraoral

Radiograf intraoral adalah radiografi yang memperlihatkan gigi dan struktur sekitarnya. Pemeriksaan intraoral adalah pokok dari dental radiografi. Tipe-tipe radiografi secara umum, yaitu:

1.      Radiografi periapikal


Radiografi periapikal menggambarkan teknik intraoral yang menunjukkan gigi dan jaringan di sekitar akar gigi. Setiap gambar menunjukkan tiga sampai empat gigi dan memberi informasi detail mengenai gigi dan tulang alveolar di sekitarnya. Teknik yang digunakan paralel dan bisekting.

               Gambar 1-11 Radiografi periapikal

2.      Radiografi bitewing


Radiografi bitewing disebut juga radiografi proksimal yang meliputi mahkota gigirahang atas dan rahang bawah serta puncak tulang alveolar dalam satu film.Radiografi bitewing baik dalam mendeteksi karies proksimal pada tahap awal danjuga dapat memperlihatkan karies sekunder di bawah restorasi.

             Gambar 1-12 Radiografi bitewing

3.      Radiografi oklusal


Bertujuan untuk melihat area yang lebih luas lagi yaitu maksila atau mandibula dalam satu film sangat cocok untuk mendeteksi salvilaris calculi (oklusal rahang bawah).

        Gambar 1-13 Radiografi oklusal



b.   Radiografi Ekstraoral


Radiografi ekstraoral adalah pemeriksaan radiografi yang lebih luas dari kepala dan rahang dengan film berada di luar mulut. Radiografi ekstraoral meliputi panoramik, lateral jaw, lateral cephalometric, postero-anterior, submentovertec, waters, tomografi projections, dll. Radiografi ekstraoral yang paling populer dan sering dipakai adalah radiografi panoramik. Foto intraoral tidak cukup untuk melihat perluasan suatu lesi/tumor, fraktur rahang, fase gigi bercampur. Radiografi panoramik memperlihatkan daerah yang lebih luas dibandingkan intraoral, yaitu maksila dan mandibular dalam satu film.

   Gambar 1-11 Radiografi panoramik

Comments

Popular posts from this blog

soal dan pembahasan soal dicussion text

40 soal dan pembahasan tentang sel

Tindakan Heroik di Berbagai Daerah di Indonesia