Faktor Virulensi Jamur

1.3       Virulensi Jamur

            Selain penurunan faktor pertahanan host, faktor virulen juga bertanggung jawab menyebabkan suatu penyakit. Faktor virulen C. albicans terdiri-dari phenotypic switching,
dimorfisme morfologi, adhesi, sekresi enzim hidrolitik dan lainnya.

a.      Phenotypic Switching

          Phenotypic switching merupakan bagian yang sangat penting pada jamur untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan selama invasi pada host. Kemampuan untuk menginfeksi beberapa jaringan sangat penting dalam keberhasilan invasi dan penyebaran pada host. Kadangkadang beberapa subpopulasi sel C. albicans dapat berubah secara morfologi, sifat permukaan sel, gambaran koloni, sifat biokimia dan metabolisme untuk menjadi lebih virulen dan lebih efektif selama infeksi. Koloni-koloni dapat berubah fenotif meliputi; halus, kasar, berkerut, berumbai atau berbintik dengan frekuensi yang tinggi yaitu sekitar satu koloni berubah per 10-104 koloni. Proses phenotypic switching secara molekuler, masih belum jelas, kemungkinan karena rearrangement kromosom dan regulasi gen SIR2 (
Silent Information Regulator) dalam proses ini.9 Contoh yang paling umum pada perubahan koloni adalah koloni berwarna putih berubah menjadi kusam. Koloni berwarna putih, berbentuk oval dan halus juga dapat berubah menjadi koloni yang
berwarna abu-abu dan kasar. Sel-sel yang berwarna kusam menghasilkan SAP1 (Secrete
Aspartyl Proteinase) dan SAP3 dan bersifat kurang virulen, sedangkan sel- sel yang
berwarna putih menghasilkan SAP2 dan lebih bersifat virulen selama infeksi sistemik.
Phenotypic switching kemungkinan besar merupakan sinyal proses perubahan
beberapa sifat molekuler dan biokimia pada patogen, yang berguna untuk pertahananan
hidup jamur dalam organisme host.

b.      Dimorfisme Morfologi

            Kemampuan untuk berubah bentuk antara sel yeast uniseluler dengan sel berbentuk filamen yang disebut hifa dan pseudohifa dikenal sebagai dimorfisme morfologi. Transisi diantara bentuk morfologi yang berbeda ini merupakan respon terhadap rangsangan yang beragam dan
sangat penting bagi patogenisitas jamur. Morfologi dapat berubah mengikuti berbagai
kondisi lingkungan, termasuk respon terhadap suhu fisiologis 37 °C, pH sama atau lebih tinggi
dari 7, konsentrasi CO2 5,5 %, adanya serum atau sumber karbon yang merangsang pertumbuhan hifa. Produksi bentuk uniseluler dirangsang oleh suhu yang lebih rendah dan
pH yang lebih asam, dan tidak adanya serum dan konsentrasi glukosa tidak tinggi. Sel yeast
dianggap bertanggung jawab untuk penyebaran ke dalam lingkungan dan menemukan host baru, sedangkan hifa diperlukan untuk merusak jaringan dan invasi. Proses molekuler pada dimorfisme morfologi C. albicans masih kurang jelas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor transkripsi Cph1p dan Efg1p diperlukan untuk membentuk hifa selama infeksi.

c.       Adhesi

            Perlekatan pada sel host dan jaringan sangat penting untuk C. albicans dalam memulai invasi, kemudian penyebaran ke dalam organisme host. Pada permukaan dinding sel C. albicans menyediakan reseptor yang bertanggung jawab untuk adhesi pada sel epitel dan endotel, protein serum dan protein matriks ekstraseluler. Adhesi dan pembentukan biofilm saat ini menjadi
masalah serius dalam pengobatan, karena sering terjadi resistensi terhadap agen antijamur dan peningkatan patogenisitas diantara sub-populasi dari sel-sel yang membentuk biofilm. Selama pembentukan biofilm sekresi SAP lebih tinggi. Sel C.albicans membentuk biofilm selalu terkait
dengan matriks polisakarida yang mengandung residu mannosa dan glukosa. Produksi matriks biofilm berperan sangat penting dalam resistensi obat pada biofilm C.albicans, tetapi perkembangan resistensi dapat multifaktorial.Kemampuan Candida untuk menginvasi pada lingkungan yang berbeda dalam organisme host merupakan hasil adaptasi jamur. Selain itu karena adanya adhesin yang memfasilitasi perlekatan dengan permukaan sel host, yang penting
pada tahap pertama infeksi. Adhesin ini meliputi familia protein Als (Agglutinin-like
sequence), Hwp1p (Hyphae specipic adhesion) , Eap1p (Enhanced adhesion to polystyrene) , Csh1p (
Contribution of cell surface hydrophobicity protein) dan reseptor permukaan sel lainnya yang kurang dikenal. Semua reseptor yang telah dikenal berhubungan dengan dinding sel jamur.

d.      Sekresi Enzim Hidrolitik

            Produksi dan sekresi enzim hidrolitik seperti protease, lipase dan fosfolipase merupakan faktor virulensi yang sangat penting. Enzim ini berperan dalam nutrisi tetapi juga merusak jaringan, penyebaran dalam organisme host, dan sangat berkontribusi terhadap patogenisitas jamur.
            Aktivitas fosfolipase sangat tinggi terjadi selama invasi jaringan, karena enzim ini
bertanggung jawab untuk menghidrolisis ikatan ester dalam gliserofosfolipid yang menyusun membran sel. erol. Kelompok sekresi enzim hidrolitik C.albicans yang paling terkenal adalah SAP(Secreted Aspartyl Proteinase). Familia gen SAP mencakup setidaknya 10 gen yang berbeda SAP1-SAP10 yang menyandi enzim dengan fungsi dan karakter yang serupa, tetapi berbeda sifat molekul, seperti massa molekul, titik isoelektrik dan pH untuk aktivitas yang optimal.


1.4       Respon Imun Terhadap Jamur

a.      Imunitas spesifik
Infeksi jamur disebut mikosis. Jamur yang masuk ke dalam tubuh akan mendapat tanggapan melalui respon imun. IgM dan IgG di dalam sirkulasi diproduksi sebagai respon terhadap infeksi jamur. Respon cell-mediated immune (CMI) adalah protektif karena dapat menekan reaktivasi infeksi jamur oportunistik. Respon imun yang terjadi terhadap infeksi jamur merupakan kombinasi pola respon imun terhadap mikroorganisme ekstraseluler dan respon imun intraseluler. Respon imun seluler dilakukan sel T CD 4 dan CD 8 yang bekerja sama untuk mengeliminasi jamur. Dari subset sel T CD 4, respon Th 1 merupakan respon protektif, sedangkan respon Th 2 merugikan tubuh.
 Kulit yang terinfeksi akan berusaha menghambat penyebaran infeksi dan sembuh, menimbulkan resistensi terhadap infeksi berikutnya. Resistensi ini berdasarkan reaksi imunitas seluler, karena penderita umumnya menunjukkan reaksi hipersensitivitas IV terhadap jamur bersangkutan. (Aziz, 2006)

b.      Imunitas nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utamanya terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Netrofil dapat melepas bahan fungisidal seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraselular. Galur virulen (kriptokok neofarmans) menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag.(Garna, 2006)


Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

soal dan pembahasan soal dicussion text

40 soal dan pembahasan tentang sel

Tindakan Heroik di Berbagai Daerah di Indonesia